Senin, 29 Juni 2015

Nilai-nilai Etika dalam Buddhisme


Buddha membabarkan Dhamma untuk pertamakali kepada 5 orang pertapa
1. Jalan Mulia Berunsur Delapan
       a.   Pandangan benar (samma ditthi)
       b.   Pikiran benar (samma sankappa)
       c.   Ucapan benar (samma vaca)
       d.   Perbuatan benar (samma kammanta)
       e.   Mata pencaharian benar (samma ajiva)
       f.    Daya upaya benar (samma vayama)
       g.   Perhatian benar (samma sati)
       h.   Konsentrasi benar (samma samadhi)

2. Sila Upasaka-Upāasika
Dalam susunan masyarakat Buddhis terdiri atas kelompok (parisa) yaitu; kelompok masyarakat  kevihāraan (bhikkhu-bhikkhuni) dan kelompok masyarakat awam (perumah tangga). Perbedaan ini didasarkan pada kedudukan sosial mereka masing-masing dan bukan berarti semacam kasta. Agama Buddha tidak menghendaki adanya kasta dalam masyarakat.

         Lima “kekayaan” upasaka-upasika (upasaka-upasika Dhamma)
1.         Mempunyai keyakinan terhadap Tiratana.
2.         Mempunyai kesucian kemoralan.
3.        Tidak percaya akan perbuatan tahyul dan kabar angin atau desas-desus yang belum dicek  kebenarannya.
4.         Tidak mencari sumber kebaikan dan kebenaran di luar Dhamma.
5.         Berbuat kebaikan sesuai dengan Dhamma.

*  Hiri dan Ottappa
     Hiri adalah perasaan malu melakukan perbuatan jahat, sedangkan ottappa adanya perasaan takut terhadap akibat perbuatan jahat yang dapat ia lakukan. Dua macam Dhamma itu juga dikatakan sebagai pelindung dunia, artinya bila manusia memiliki perasaan malu (hiri) dan perasaan takut (ottapa) untuk melakukan perbuatan jahat, maka dunia akan menjadi damai, tenang, dan tidak akan terjadi kejahatan-kejahatan yang dapat merugikan mahkluk hidup itu sendiri.

* Pancasila, Atthasila
    Upasaka-upasika, adalah siswa yang dekat dengan guru dan menggunakan jubah putih. Mereka hidupnya melaksanakan lima aturan kemoralan (sila) dan dapat melatih delapan kemoralan (sila) karena dengan melatih lima kemoralan (sila) tersebut. Mereka yang melatih diri dan melengkapi hidupnya dengan aturan-aturan kemoralan, maka akan berakibat terlahir di alam bahagia (surga), bila melatih lima kemoralan (sila) dengan sungguh-sungguh akan berakibat memperoleh kebahagiaan, kemakmuran, kedamaian dan kesejahteraan, dalam  kehidupan sekarang ini. Dan, bila melatih lima atau delapan kemoralan dengan sungguh-sungguh mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari dan dengan sempurna, sempurna pula kebajikan (paramita) maka akan berakibat mencapai pembebasan dari derita (dukkha) dan dapat meraih kebahagiaan tertinggi Nibbanna.

3.  Pancasila-Pancadhamma
Seorang upasika-upasika hendaknya melatih lima sila Pancasila-Budddhis dan sekaligus melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini, lima macam Dhamma yang bagus, yang merupakan bahan untuk mentaati pancasila buddhis, yaitu:
- Metta-Karuna: cinta kasih dan belas kasihan. Dhamma pertama ini sama dengan sila pertama
     Pancasila.
- Samma-Ajiva: Pencaharian benar. Dhamma kedua ini sama dengan sila kedua dari pancasila.
- Kamasavara: penahanan diri terhadap nafsu inderia. Dhamma ketiga ini sama dengan sila ketiga  Pancasila.
 - Sacca: kebenaran benar dalam perbuatan, ucapan dan pikiran. Dhamma keempat ini sama
   dengan sila keempat dari pancasila.
 - Sati-sampajanna: kesadaran benar. Dhamma kelima ini sama dengan sila kelima dari pancasila.

4.  Sigalovada Suttanta
Merupakan sutta yang tergolong sangat populer dikalangan masyarakat buddhis, karena  menguraikan tuntunan hidup manusia sebagaimana seharusnya, upasaka-upasika itu memiliki kewajiban yang komplek; baik kepada orang tua, guru-gurunya, siswa-siswanya, suami-isteri, pegawai atau pekerja bawahannya. Juga, kewajiban pada pemerintah, bangsa dan negara.
Kewajiban tersebut bersifat timbal balik, saling mendukung membawa pada kebajikan dan kebahagiaan hidup sebagai bagian dari orang banyak.

5.    Vyagghapajja-Sutta  
        Suttanta, merupakan sutta yang menguraikan bagaimana seharusnya upasaka-upasika meniti
        kehidupan dan meraih kebahagiaan dalam jalan kebenaran, kebajikan sesuai ajaran Dhamma.
        Ada empat macam Dhamma yang menimbulkan kebahagiaan dan berguna pada saat ini, antara
        lain:
a.    Rajin. Bekerja dengan ahli dan rajin, tidak membiarkan pekerjaan lewat atau mengakitbatkan banyak kerugian, kemerosotan dalam prestasi kerja. Sebaliknya, rajin dalam bekerja sehingga mencapai keberhasilan dan kemakmuran dalam hidup.
b.    Berhati-hati menjaga harta tidak membiarkan hilang, dicuri, atau digunakan untuk berfoya-foya sehingga harta atau prestasinya menjadi merosot dan mengalami kehancuran.
c.    Memiliki sahabat-sahabat yang baik. Sahabat yang baik atau sahabat yang berhati jahat sangat mempengaruhi hidup seseorang. Banyak orang mengalami kehancuran akibat bergaul dan bersahabat dengan orang-orang jahat.
d.   Cara hidup yang seimbang. Jika, menggunakan materi melebihi pendapatan sebagai akibatnya akan mengalami masalah serius yaitu kehancuran ekonomi.

Istilah yang dipakai dalam menyatakan baik dan buruk adalah kusala dan akusala. Kusala adalah sehat, baik dan akusala adalah tidak sehat dan tidak baik. Jadi suatu perbuatan dapat dikatakan baik dan buruk, kriteriumnya adalah apakah perbuatan tersebut mendatangkan kebahagiaan atau tidak.
Salah satu cara untuk memutuskan apakah perbuatan itu baik dan buruk, benar dan salah dengan menggunakan pemeriksaan apakah ia akan membawa kelepasan (viraga) atau keterikatan (raga).
Menurut Buddhisme awal, kebahagiaan termulia harus dicapai melalui pengendalian semua kerinduan akan dunia (kesenangan indria), semua kedengkian, nilai-nilai yang keliru, sekaligus bersama-sama dengan keterikatan kekecewaan yang muncul akibat ketidakkekalan dan kepuasan yang tidak dapat bertahan lama. Ini semua dicapai melalui perhatian yang benar, lengkap dan sempurna.

Menurut analisis Sang Buddha, ada empat tipe orang di dunia ini :
·      Orang yang menyiksa dirinya (attantapa)
·      Orang yang menyiksa orang lain (parantapa)
·      Orang yang menyiksa dirinya maupun orang lain (attantapo ca parantapo ca)
·      Orang yang bukan menyiksa dirinya maupun bukan lainnya (neva attantapo na parantapo)

Jadi untuk Sang Buddha, nilai-nilai kebenaran adalah tidak terbedakan dari nilai moral atau nilai-nilai etika. Keduanya adalah nilai-nilai yang berpastisipasi dalam alam.

0 komentar:

Posting Komentar

PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA