Forum Guru Agama Buddha Indonesia

Mimpi Ratu Mahamaya dan Kelahiran pangeran Sidhrata.

Forum Guru Agama Buddha Indonesia

Pangeran Sidharta bermeditasi di bawah ponon Jambu dan Menyelamatkan Angsa yang dipanah Devadata.

Forum Guru Agama Buddha Indonesia

Melihat 4 Peristiwa dan Pelepasan Agung.

Forum Guru Agama Buddha Indonesia

Menyiksa diri di Hutan Uruvela dan Mencapai Penerangan Sempurna

Forum Guru Agama Buddha Indonesia

Saat menjelang dan saat mencapai Parinibbana.

Rabu, 29 Juli 2015

Perenungan Terhadap Empat Keadaan Luhur - Bagian 4



IV. KESEIMBANGAN BATIN (Upekkha)Keseimbangan batin adalah kondisi seimbangnya batin yang sempurna dan tak tergoyahkan, yang berakar dalam penembusan pemahaman.Melihat dunia di sekitar kita, dan melihat ke dalam hati kita sendiri, mengerti dengan jelas betapa sulitnya untuk mencapai dan mempertahankan keseimbangan batin.Melihat ke dalam kehidupan, kita perhatikan bagaimana ia bergerak antara hal-hal yang kontras:keuntungan dan kehilangan,terkenal dan tidak terkenal,dipuji dan dihina,kebahagiaan dan penderitaan.Sebuah dunia dimana makhluk-makhluk yang baru saja mendapatkan kebahagiaan simpatik dari kita, pada saat berikutnya membutuhkan welas asihdari kita – dunia yang seperti ini membutuhkan keseimbangan batin.Jika perlindungan ini, melakukan kebajikan dan menghindari kejahatan, telah kukuh tertanam dalam diri kita, suatu hari kita akan merasa yakin: “Semakin banyak dan semakin banyak yang menghentikan kesengsaraan dan kejahatan yang berakar pada masa lalu. Dan pada kehidupan saat ini – saya mencoba untuk membuatnya tanpa noda dan murni. Apalagi yang dapat masa depan berikan selain meningkatnya kebaikan?”Demikian juga, semua peristiwa beragam dalam hidup kita, sebagai akibat dari perbuatan kita, juga akan menjadi sahabat-sahabat kita, bahkan sekalipun hal-hal tersebut membawakan kita kesedihan dan rasa sakit. Perbuatan-perbuatankita kembali pada diri kita dalam samaran yang seringkali sulit dikenali. Terkadang tindakan-tindakan kita kembali pada diri kita melalui bagaimana sikap orang lain memperlakukan kita, kadangkala melalui perubahan mendadak keseluruhan dalam hidup kita.Jika kita belajar untuk melihat hal-hal dari sudut ini dan membaca pesan yang dibawakan oleh pengalaman kita sendiri, maka penderitaan sekalipun akan menjadi sahabat kita. Ia akan menjadi sahabat yang tegas, namun juga sahabatyang penuh kebenaran dan berniat baik yang mengajarkan kita pelajaran yang paling sulit, pengetahuan mengenai diri kita sendiri, serta memperingatkan kita terhadap jurang yang sedang kita tuju secara membuta.Lebih jauh, hal ini menunjukkan bahwa jika tidak ada diri, kita tidak dapat mengatakan “Milikku”. Adalah delusi terhadap suatu “Aku” yang menciptakanpenderitaan dan mengusik atau mengganggu keseimbangan batin.Jika sifat tertentu dari diri kita disalahkan, kita akan berpikir: “Aku disalahkan” dan keseimbangan batin menjadi goyah.Jika suatu kerja tidak berhasil, kita berpikir: “Pekerjaanku telah gagal” dan keseimbangan batin menjadi goyah.Jika kehilangan kekayaan atau orang-orang yang dicintai, kita berpikir: “Apa yang menjadi milikku telah pergi” dan keseimbangan batin menjadi goyah.Seseorang juga harus menghentikan penyokong pikiran-pikiran yang demikian,semua pikiran egois tentang “Aku”, dimulai dari sebuah bagian kecil kepribadian, yang tidak terlalu penting, dari kelemahan kecil yang ia lihat dengan jelas, dan secara bertahap hingga kepada bentuk-bentuk emosi danketidaksukaan terhadap sesuatu yang ia anggap sebagai pusat dirinya. Pelepasan seperti ini mesti dilatih.
Kita merasakan bagaimana hati kita merespon terhadap semua ini dengan perasaan bahagia dan kesedihan, semangat dan keputus-asaan, kekecewaan dan kepuasan, harapan dan rasa takut.Gelombang-gelombang emosi ini melambungkan kita ke atas dan juga mencampakkan kita ke bawah. Belum lama kita dapat istirahat sebentar, kita sudah diseret oleh gelombang baru berikutnya.Bagaimana kita dapat mengharapkan untuk terus menapaki puncak kejayaan?Bagaimana bisa kita mendirikan bangunan kehidupan kita di tengah-tengah samudera keberadaan yang tak pernah diam ini, jika bukan di atas pulau keseimbangan batin?Sebuah dunia dimana seporsi kecil kebahagiaan dapat terbagi ke makhluk-makhluk yang dicapai setelah melalui banyak kekecewaan, kegagalan dan kekalahan.Sebuah dunia dimana hanya keberanian untuk memulai sesuatu yang baru, lagi dan lagi, yang menjanjikan kesuksesan.Sebuah dunia dimana sejumlah kecil kebahagiaan tumbuh di antara kesakitan, perpisahan dan kematian.Akan tetapi, jenis keseimbangan batin yang diperlukan mestilah yang berlandaskan pada keberadaan batin yang waspada, bukan pada kemalasan yang tidak peduli dan sikap masa bodoh.Keseimbangan batin ini mestilah hasil dari latihan keras dan tekun, bukan efek kebetulan dari suasana hati yang sedang dialami. Namun keseimbangan batin tidaklah pantas dinamakan “keseimbangan batin” seandainya ia mesti dihasilkan melalui pengerahan upaya lagi dan lagi.Dalam kasus demikian, keseimbangan batin akan semakin dilemahkan dan akhirnya dikalahkan oleh perubahan-perubahan dalam hidup. Keseimbangan batin yang sejati, bagaimanapun juga, haruslah mampu menjawab semua ujian-ujian yang keras ini dan mampu menghidupkan kembali kekuatannya dari sumber-sumber dalam diri. Keseimbangan batin akan memiliki kekuatan ketahanan dan pemahaman diri hanya jika ia berakar pada penembusan pemahaman (insight).Lantas, bagaimana sifat dari penembusan pemahaman tersebut?Yaitu pemahaman yang jernih bagaimana semua perubahan hidup ini berasal, dan sifat sejati diri kita sendiri. Kita harus mengerti bahwa pengalaman beraneka ragam yang kita alami berasal dari kamma kita – tindakan kita baik melalui pikiran, kata-kata dan perbuatan – yang dilakukan pada kehidupan ini maupun kehidupan-kehidupan sebelumnya. Kamma merupakan rahim darimana kita berasal (kamma-yoni), dan suka tidak suka, kita adalah pemilik tak terhindarkan dari perbuatan kita (kamma-ssaka). Akan tetapi, segera sesudah kita melakukan tindakan, kendali kita terhadapnya hilang: ia selamanya bersama kita dan tak terhindarkan akan kembali ke kita sebagai warisan yang sesuai (kamma-dayada).Tidak ada hal yang terjadi pada kita berasal dari dunia luar asing yang bermusuhan dengan diri kita; segalanya adalah hasil dari batin dan perbuatan kita sendiri. Karena pengetahuan ini membebaskan kita dari rasa takut, ia adalah landasan pertama dari keseimbangan batin. Pada ketika dalam segala hal yang menimpa kita disebabkan diri kita sendiri mengapa kita mesti merasa takut?Akan tetapi, jika rasa takut ataupun kekhawatiran tetap muncul, kita mengetahui naungan yang dapat meredakan perasaan-perasaan ini: Perbuatan baik kita (kamma-patisarana). Dengan mengambil naungan ini, keyakinan diri dan keberanian akan tumbuh dalam diri kita – keyakinan diri terhadap kekuatan perlindungan dari perbuatan baik kita di masa lampau; keberanian untuk melakukan lebih banyak lagi perbuatan baik sekarang; walaupun kita sedang menghadapi kehidupan yang penuh kesukaran saat ini. Sebab kita mengetahui bahwa perbuatan yang mulia dan tidak mementingkan diri sendiri menyediakan pertahanan terbaik terhadap hantaman hidup yang keras; bahwasanya tidak pernah terlambat dan selalu saja tiap saat adalah waktu yang sesuai untuk melakukan perbuatan baik.Dari keyakinan inilah, batin kita menjadi tenang, dan kita akan memperoleh kekuatan kesabaran dan keseimbangan batin untuk menahan segala beban kesulitan diri kita pada saat ini. Lantas perbuatan-perbuatan kita akan menjadi sahabat kita (kammabandhu).Sering pula hasil-hasil perbuatan kita bertentangan dengan pengharapan ataupun keinginan kita. Pengalaman-pengalaman demikian menunjukkan pada kita konsekuensi-konsekuensi perbuatan yang tidak kita perkirakan sebelumnya, mereka menunjukkan motif-motif setengah sadar dari tindakan lampau kita yang bahkan ingin kita sembunyikan dari diri kita sendiri, yang ingin kita tutupi dengan berbagai dalih dan alasan palsu.Dengan melihat penderitaan sebagai guru dan sahabat kita, kita akan lebih berhasil menghadapinya dalam keseimbangan batin. Sebagai akibatnya, ajaran tentang kamma akan memberikan kita kekuatan/gerak hati yang kuat untuk membebaskan diri kita dari kamma, dari perbuatan-perbuatan yang lagi dan lagi melemparkan kita ke dalam penderitaan kelahiran berulang.Perasaan jijik akan timbul terhadap nafsu kemelekatan diri kita sendiri, terhadap delusi, terhadap kecenderungan alamiah diri kita sendiri untuk menciptakan situasi yang mencoba kekuatan kita, ketahanan kita dan keseimbangan batin kita.Penembusan pemahaman kedua sebagai landasan keseimbangan batin adalah ajaran Buddha tentang tanpa-aku (Anatta).Ajaran ini menunjukkan bahwa dalam hakikat yang tertinggi, perbuatan tidaklah dilakukan oleh diri manapun, juga akibat perbuatan tersebut tidak berakibat pada diri manapun.Untuk mewujudkan keseimbangan batin sebagai keadaan batin yang tak tergoyahkan, seseorang harus melepaskan semua pikiran-pikiran posesif mengenai “Milikku”, dimulai dari hal-hal kecil yang mudah dilepas, dan secara bertahap hingga kepemilikan dan tujuan yang sangat didambakan segenap hati.Hingga suatu tahapan kita meninggalkan pikiran tentang “Milikku” atau “Aku”, keseimbangan batin akan memasuki hati kita. Sebab bagaimana mungkin sesuatu yang kita sadari adalah asing dan tanpa suatu diri dapat mengusik kita melalui nafsu, kebencian atau kesedihan? Dengan demikian, ajaran mengenai tiada-aku akan menjadi penuntun kita dalam jalan pembebasan, menuju keseimbangan batin yang sempurna.Keseimbangan batin adalah mahkota dan puncak dari empat keadaan batin yang luhur. Namun hal ini bukan dipahami bahwasannya keseimbangan batin adalah penolakan terhadap cinta, welas asih dan kebahagiaan simpatik, ataupun bahwasannya keseimbangan batin lebih unggul dibanding yang lainnya.Jauh dari itu, keseimbangan batin mencakup dan menyebar menyeluruh di dalam tiga keadaan luhur tersebut, sama halnya tiga keadaan luhur menyebar menyeluruh di dalam keseimbangan batin yang sempurna.

Oleh: Nyanaponika Thera

Sabtu, 25 Juli 2015

Perenungan Terhadap Empat Keadaan Luhur - Bagian 3



III. TURUT BERBAHAGIA (Mudita)
Tidak hanya terhadap welas asih, namun juga terhadap turut berbahagia, bukalah hatimu!
Memang kecil porsi kebahagiaan dan kegembiraan yang terbagi ke makhluk-makhluk! Ketika secercah kecil kebahagiaan datang kepada mereka, maka kita
dapat ikut berbahagia, bahwasannya satu berkas kegembiraan telah membelah
kegelapan dalam hidup mereka, dan mengusir kabut kelabu dan muram yang
membungkus hati mereka.

Hidup kita akan meraih kegembiraan dengan berbagi kebahagiaan orang lain seakan-akan sebagai kebahagiaan kita sendiri.
Pernahkah kita mengamati bagaimana dalam momen-momen kebahagiaan, karakteristik seseorang dapat berubah dan menjadi cerah dengan kegembiraan?
Pernahkah kita memperhatikan bagaimana kegembiraan membangkitkan manusia ke dalam aspirasi dan perbuatan yang mulia, melampaui kapasitas normal mereka?
Bukankah pengalaman demikian akan mengisi hati kita sendiri dengan berbagai kegembiraan?
Ada pada diri kita sendiri kemampuan untuk meningkatkan pengalaman kebahagiaan simpatik sedemikian, dengan menghasilkan kebahagiaan dalam diri orang lain, dengan membawakan mereka kegembiraan dan kenyamanan.
Mari kita mengajarkan suka cita yang sesungguhnya kepada manusia! 
Banyak yang telah melupakannya. Kehidupan, meski penuh dengan lara nestapa, juga membawakan sumber-sumber kebahagiaan dan suka cita, tidak disadari oleh banyak orang.

Mari kita mengajarkan orang-orang untuk mencari dan menemukan suka cita sesungguhnya dalam diri mereka dan untuk turut berbahagia atas suka cita orang lain!
Mari kita ajarkan mereka untuk menyingkapkan suka cita mereka pada derajat yang semakin mulia.
Suka cita yang luhur dan mulia tidaklah asing dalam ajaran Ia yang Telah Tercerahkan. Secara keliru ajaran Buddha kadangkala dikira sebagai ajaran yang penuh kemurungan. Jauh dari itu, sebenarnya Dhamma (ajaran Buddha/ Kebenaran) menuntun kita selangkah demi selangkah menuju kebahagiaan yang bahkan semakin murni dan agung.
Suka cita yang luhur dan mulia adalah penolong dalam jalan menuju lenyapnya penderitaan. Bukanlah ia yang depresi dan tertekan dalam kesedihan, melainkan ia yang memiliki kebahagiaan, yang dapat menemukan keheningan yang jernih yang menuntun pada keadaan batin yang kontemplatif. Dan hanya batin yang hening damai dan terpusat yang dapat mencapai kebijaksanaan yang membebaskan.
Semakin luhur dan mulia suka cita orang lain, semakin kukuh kebahagiaan
simpatik dalam diri kita sendiri.

Penyebab turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah karena kehidupan mereka yang mulia akan menjaga mereka dalam kebahagiaan saat ini maupun di kehidupan sesudahnya.
Penyebab yang lebih mulia turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah keyakinan mereka dalam Dhamma, pemahaman mereka mengenai Dhamma, kehidupan mereka yang mengikuti Dhamma.
Marilah kita memberikan bantuan Dhamma kepada mereka! 
Marilah kita berjuang untuk menjadikan diri kita semakin mampu menawarkan bantuan tersebut!

Turut berbahagia berarti keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami, dan siap untuk membantu.
Turut berbahagia yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: adalah kebahagiaan tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari turut berbahagia?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.

Oleh: Nyanaponika Thera
Bersambung ke bagian  IV : Upekkha



Kamis, 23 Juli 2015

Perenungan Terhadap Empat Keadan Luhur - Bagian 2



II. WELAS ASIH (Karuna)
Dunia menderita. Namun kebanyakan manusia menutup mata dan telinganya.
Mereka tidak melihat aliran air mata yang terus mengalir dalam kehidupan; mereka tidak mendengar jeritan dan ratap tangis kesedihan yang secara terus menerus menyelubungi dunia ini. Kesedihan dan kesenangan kecil mereka sendiri telah menghalangi pandangan mereka, menulikan telinga mereka.

Terikat oleh sikap mementingkan diri sendiri, hati mereka berubah menjadi kaku dan sempit. Dengan hati yang kaku dan sempit, bagaimana mereka dapat berjuang untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, untuk menyadari bahwa dengan terlepas dari kemelekatan egois barulah dapat mencapai keterbebasan
dari penderitaan?

Welas asihlah yang menyingkirkan penghalang berat tersebut, membuka pintu menuju pembebasan, membuat hati yang sempit menjadi seluas dunia.
Welas asih menyingkirkan beban berat yang ada di hati, beban yang melumpuhkan.
Welas asih memberi sayap bagi mereka yang berada dalam keadaan
diri yang rendah.

Melalui welas asih, fakta adanya penderitaan akan dengan jelas selalu hadir dalam batin kita, bahkan pada masa-masa ketika kita secara pribadi sedang terbebas dari penderitaan. Welas asih akan memberi kita pengalaman yang kaya mengenai penderitaan, sehingga menguatkan kita untuk menghadapinya,
ketika penderitaan tersebut menimpa diri kita.

Welas asih membuat kita bersyukur dan menghargai nasib kita dengan menunjukkan pada kita bagaimana kehidupan pihak lain, yang seringkali jauh
lebih sukar dan menyedihkan dibanding hidup kita.

Lihatlah perjalanan tanpa akhir makhluk-makhluk, manusia dan hewan, terbebani oleh kesedihan dan rasa sakit! Beban yang ada pada setiap dari
mereka, juga telah kita bawa melalui rentetan kelahiran berulang yang tak terukur dalamnya dari suatu masa yang sangat lampau. Lihatlah ini, dan bukalah hatimu terhadap welas asih!

Dan kesengsaraan ini mungkin saja menjadi nasib kita lagi! Ia yang tanpa welas asih sekarang, suatu saat akan menangis menyesalinya. Jika perasaan simpatik terhadap pihak lain sangat sedikit, perasaan simpatik ini juga akan kita capai melalui pengalaman diri sendiri yang panjang dan menyakitkan. Inilah hukum yang luar biasa dari kehidupan. 
Pahamilah ini, jagalah dirimu!

Makhluk-makhluk tenggelam dalam ketidakpedulian (ignorance), tersesat dalam delusi, tergesa-gesa dari satu penderitaan ke yang lain, tidak mengetahui penyebab sesungguhnya, tidak tahu bagaimana melarikan diri darinya.
Penembusan pemahaman terhadap hukum universal mengenai penderitaan ini merupakan landasan nyata dari welas asih yang kita miliki, bukanlah karena adanya fakta penderitaan tertentu saja.
Dengan demikian, welas asih kita juga akan mencakup mereka yang saat ini mungkin sedang bahagia, namun bertindak dengan batin yang jahat dan terdelusi.
Dalam perbuatan yang mereka lakukan saat ini, kita akan dapat melihat masa depan mereka yang penuh kesedihan, dan karenanya welas asih akan muncul.
Welas asih dari seseorang yang bijaksana tidak akan menyebabkannya menjadi korban dari penderitaan. Pikiran, kata-kata dan perbuatannya penuh belas kasih. Akan tetapi, hatinya tidaklah bimbang; sebagaimana adanya, jernih dan tenang. Dengan bagaimana lagi ia dapat membantu?
Semoga welas asih demikian dapat tumbuh dalam hati kita! 
Welas asih yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami, dan siap untuk membantu.

Welas asih yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: 
Inilah welas asih tertinggi.

Dan apa perwujudan tertinggi dari welas asih?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.
Oleh: Nyanaponika Thera
Bersambung ke bagian III : Mudita

Selasa, 21 Juli 2015

Perenungan Terhadap Empa Keadaan Luhur - Bagian I


1. CINTA (Metta)
Cinta, tanpa nafsu untuk memiliki, memahami dengan baik bahwa dalam
hakikat tertinggi, tidaklah ada kepemilikan maupun pemilik: 
inilah cinta yang tertinggi.

Cinta, tanpa berbicara dan berpikir mengenai “Aku”, memahami dengan
baik bahwa apa yang dinamakan “Aku” sebenarnya hanyalah delusi.

Cinta, tanpa memilih maupun mengecualikan, memahami dengan baik
bahwa melakukan hal tersebut (diskriminasi) berarti menciptakan kualitas
sifat-sifat yang bertentangan dengan cinta itu sendiri: 
perasaan tidak suka, kejengkelan maupun kebencian.

Cinta, merangkul semua makhluk: kecil maupun besar, jauh maupun dekat, baik di darat, air, maupun udara.
Cinta, merangkul semua makhluk tanpa memihak, bukan hanya terhadap
orang-orang yang berguna, menyenangkan dan kita sukai.

Cinta, merangkul semua makhluk, baik yang memiliki batin luhur maupun
rendah, batin yang baik ataupun jahat. Mereka yang berhati mulia dan baik
dirangkul karena cinta mengalir ke mereka secara spontan. Mereka yang berhati rendah dan jahat juga dirangkul karena mereka lah yang sangat membutuhkan cinta. Banyak dalam diri mereka, benih-benih kebajikan mungkin telah mati karena kurangnya kehangatan untuk dapat tumbuh dan bertunas, karena benih itu telah musnah akibat kedinginan dalam dunia yang tanpa cinta.

Cinta, merangkul semua makhluk, memahami dengan baik bahwa kita
semua sama-sama merupakan pengembara dalam siklus eksistensi – bahwa
kita semua mengalami hukum yang sama mengenai penderitaan.

Cinta, bukan api sensasi yang membakar, menghanguskan dan menyiksa,
yang menyebabkan lebih banyak luka daripada yang dapat ia obati – yang
seketika menyala terang, dan tiba-tiba padam, menyisakan banyak perasaan
dingin dan kesepian dibandingkan sebelumnya.
Melainkan, cinta yang terulur bagaikan tangan yang lembut namun kokoh
kepada makhluk-makhluk yang sakit dan bermasalah, tidak berubah dalam
hal perasaan simpatiknya, tanpa kebimbangan, tidak menyurut ketika mendapatkan respon apapun.

Cinta yang memberikan kesejukan yang nyaman kepada mereka yang terbakar oleh api penderitaan dan nafsu; yang merupakan kehangatan pemberi kehidupan bagi mereka yang ditinggalkan dalam padang pasir kesepian yang dingin, bagi mereka yang gemetaran kedinginan dalam kebekuan dunia tanpa cinta; bagi mereka yang hatinya seolah telah menjadi kosong dan kering akibat panggilan berulang-ulang meminta pertolongan yang tak kunjung tiba, akibat perasaan putus asa yang paling dalam.
Cinta, yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami dan siap untuk membantu.
Cinta, yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: 
inilah cinta tertinggi.

Cinta, yang oleh “Ia yang Telah Tercerahkan” disebut sebagai “pembebasan
dari hati”, “keindahan yang paling luhur”: 
inilah cinta tertinggi.

Dan apa perwujudan tertinggi dari cinta?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.

Oleh: Nyanaponika Thera
Bersamambung ke Bagian  II: Karuna

Minggu, 19 Juli 2015

Buddha Vacana - Bagian 6



Hari ke 21
Jika seorang bodoh sedang duduk di sebuah gedung pertemuan, di jalan raya atau di persimpangan jalan, dan orang - orang membicarakannya, dan jika ia tidak melaksanakan pancasila, ia seharusnya berfikir, "Orang-orang ini membicarakan aku karena aku telah melanggar sila." Inilah penderitaan dan kesedihan pertama yang dialami oleh orang bodoh itu disini dan sekarang.

Kemudian, orang bodoh tersebut melihat raja menangkap seorang pencuri atau pembuat kesalahan dan menghukumnya. Begitu melihhat kejaddian tersebut, orang bodoh itu akan berfikir, "Raja sedang menghukum pembuat kesalahan. Sekaran aku juga telah berbuat kesalahan, maka jika raja mengetahui apa yang telah kulakukan, ia pasti akan menghukumku juga." Ini adalah penderitaan dan kesedihan kedua yang dialami oleh orang bodoh itu disini dan sekarang.

Selanjutnya, ketika orang bodoh sedang duduk di kursi atau berbaring di tempat tidur ataupun dilantai, perbuatan-perbuatan buruk yang telah dilakukannya dengan badan jasmani, ucapan maupun pikiran akan datang dan menetap padanya bagaikan bayangg-bayang dari puncak gunung yang tinggi yang datang dan menetap di tanah. Pada saat itu, orang bodoh itu berpikir, "Oh sesungguhnya, aku belum pernah melakukan hal yang terpuji, hal yang bermanfaat. Sebaliknya, aku telah melakukan hal-hal yang seharusnya kutakuti. Hanya ada satu tempat bagi mereka yang tidak pernah berbuat kebajikan, hanya melakukan hal-hal yang tercela, kesanalah aku akan pergi." Dan ia akan berduka, bersedih hati, meratap, memukul dadanya, menangis, dan sangat kecewa. Inilah penderitaan ketiga yang dialami oleh orang bodoh itu disini dan sekarang.

Senin, 13 Juli 2015

Kemarahan Bukanlah Jalan Segalanya


Di sebuah sudut kota, hiduplah seorang pemuda yang tinggal bersama ibunya. Ayahnya adalah seorang pembicara yang hebat. Anak ini hidup dalam kemewahan dan kesenangan. Setiap harinya, ia hanya pergi hang out bersama teman-temannya saja.

Sampai suatu ketika, Ayahnya akan melakukan talk show di kota tempat dia tinggal. Ayahnya menelpon anaknya ini untuk membawa mobilnya ke bengkel dan sampai di tempat talk show ayahyna pada pukul 5 sore. Ayahnya pun berpesan pada anaknya untuk jangan sampai telat.

Anaknya ini pun bergegas membawa mobilnya ke bengkel. Saat menunggu mobilnya selesai, tepat di sebelah bengkel itu ada sebuah mall. Ia langsung ke mall itu dengan tujuan sambil menunggu mobilnya selesai, dia menuju ke bioskop. Saat di bioskop, ia melihat sebuha film yang sangat bagus dan ingin segera menontonnya.

Dia pun menikmati film itu hingga selesai. Seusai menonton, alangkah terkejutnya ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, ia pun bergegas ke bengkel dan menuju ke tempat ayahnya. Sesampainya di tempat ayahnya, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore dan ia melihat ayahnya sudah mencarinya sejak tadi.

Lalu ayahnya menanyakan padanya, "Kenapa ia bisa telat."
Sang pemuda menjawab, "Ayah, tadi di bengkel agak sedikit lama."

Namun, sang pemuda tidak tahu kalau ayahnya sudah menelpon ke bengkel sejak tadi. Lalu ayahnya bilang kepada anaknya, bagus yah ayah sepertinya tidak pernah mengajarimu untuk berbohong. Sepertinya selama ini ayah salah mendidik kamu. Lalu sang anak pun sangat takut dimarahi oleh ayahnya.

Lalu sang ayahnya berkata, "Baiklah, ayah akan pulang ke rumah dengan jalan kaki dan kamu mengikuti ayah dari belakang dengan mobil sebagai hukuman karena ayah telah gagal mendidikmu."

Selama 6 jam, sang anak melihat ayahnya yang bersusah payah berjalan kaki. Lalu sang anak merenung, "Ayahku sangatlah hebat. Seandainya tadi ia memarahiku, mungkin aku akan dendam pada ayahku sendiri dan akan terus mengulangi kesalahan yang sama.

Namun, hari ini ayah telah memberiku suatu pelajaran yang sangat berharga."

Sobat, Kemarahan bukanlah jalan segalanya untuk mnyelesaikan segala perkara. Dengan kemarahan, maka semua masalah tidak akan pernah selesai. Namun dengan pikiran yang bijaksanalah, maka segala masalah dapat terselesaikan dengan mudah.

Saat kita dibenci atau dikasari oleh orang lain, janganlah membalasnya dengan kebencian dan kekasaran, namun balaslah dengan penuh cinta kasih dan kelembutan. Met sore dan salam kebajikan
Kemarahan Bukanlah Jalan Segalanya

Di sebuah sudut kota, hiduplah seorang pemuda yang tinggal bersama ibunya. Ayahnya adalah seorang pembicara yang hebat. Anak ini hidup dalam kemewahan dan kesenangan. Setiap harinya, ia hanya pergi hang out bersama teman-temannya saja.

Sampai suatu ketika, Ayahnya akan melakukan talk show di kota tempat dia tinggal. Ayahnya menelpon anaknya ini untuk membawa mobilnya ke bengkel dan sampai di tempat talk show ayahyna pada pukul 5 sore. Ayahnya pun berpesan pada anaknya untuk jangan sampai telat.

Anaknya ini pun bergegas membawa mobilnya ke bengkel. Saat menunggu mobilnya selesai, tepat di sebelah bengkel itu ada sebuah mall. Ia langsung ke mall itu dengan tujuan sambil menunggu mobilnya selesai, dia menuju ke bioskop. Saat di bioskop, ia melihat sebuha film yang sangat bagus dan ingin segera menontonnya.

Dia pun menikmati film itu hingga selesai. Seusai menonton, alangkah terkejutnya ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, ia pun bergegas ke bengkel dan menuju ke tempat ayahnya. Sesampainya di tempat ayahnya, jam sudah menunjukkan pukul 6 sore dan ia melihat ayahnya sudah mencarinya sejak tadi.

Lalu ayahnya menanyakan padanya, "Kenapa ia bisa telat."
Sang pemuda menjawab, "Ayah, tadi di bengkel agak sedikit lama."

Namun, sang pemuda tidak tahu kalau ayahnya sudah menelpon ke bengkel sejak tadi. Lalu ayahnya bilang kepada anaknya, bagus yah ayah sepertinya tidak pernah mengajarimu untuk berbohong. Sepertinya selama ini ayah salah mendidik kamu. Lalu sang anak pun sangat takut dimarahi oleh ayahnya.

Lalu sang ayahnya berkata, "Baiklah, ayah akan pulang ke rumah dengan jalan kaki dan kamu mengikuti ayah dari belakang dengan mobil sebagai hukuman karena ayah telah gagal mendidikmu."

Selama 6 jam, sang anak melihat ayahnya yang bersusah payah berjalan kaki. Lalu sang anak merenung, "Ayahku sangatlah hebat. Seandainya tadi ia memarahiku, mungkin aku akan dendam pada ayahku sendiri dan akan terus mengulangi kesalahan yang sama.

Namun, hari ini ayah telah memberiku suatu pelajaran yang sangat berharga."

Sobat, Kemarahan bukanlah jalan segalanya untuk mnyelesaikan segala perkara. Dengan kemarahan, maka semua masalah tidak akan pernah selesai. Namun dengan pikiran yang bijaksanalah, maka segala masalah dapat terselesaikan dengan mudah.


Saat kita dibenci atau dikasari oleh orang lain, janganlah membalasnya dengan kebencian dan kekasaran, namun balaslah dengan penuh cinta kasih dan kelembutan. Met sore dan salam kebajikan

Jumat, 03 Juli 2015

Buddha Vacana - Bagian 5

Buddha membabarkan Ovadapatimokkha di bulan Magga, kepada 1250 orang arahat.

Hari ke 20
1.       Ada sepuluh perbuatan yang membuahkan sepuluh hal yang diinginkan, disukai, mempesona, dan sukar didapat di dunia ini. Apakah sepuluh perbuatan itu?
a.       Bekerja keras membuahkan kekayaan.
b.      Perhiasan dan dandanan membuahkan keindahan.
c.       Melakukan segala sesuatu dengan teratur membuahkan kesehatan.
d.      Bersahabat dengan para bijaksana membuahkan kebajikan.
e.      Mengendalikan nafsu (rendah), membuahkan kehidupan suci.
f.        Tidak berselisih membuahkan persahabatan.
g.       Sering mengulang pelajaran membuahkan pengetahuan yang mendalam.
h.      Sering mendengarkan (ajaran) dan menanyakan (yang tidak dimengerti) membuahkan kebijaksanaan.
i.         Banyak belajar dan ujian membuahkan kemampuan mengajar, dan;
j.       Hidup sesuai dengan Dhamma membuahkan kelahiran kembali di alam yang membahagiakan.


Bersambung…

Rabu, 01 Juli 2015

Buddha Vacana - Bagian 4

 


Hari ke 18
1.       Seseorang yang bijaksana dan taat,
Selalu ramah dan pandai,
Rendah hati dan tidak sombong,
Orang yang demikian akan selalu dihormati.

Bangun pagi-pagi dan menjauhi kemalasan,
Tetap terkendali dalam perselisihan,
Tak tercela tingkah lakunya dan pandai membawa diri,
Orang yang demikian akan selalu dihormati.

Suka bersahabat dan setia kawan,
Mau menerima orang lain dan berbagi dengan mereka,
Seorang pembimbing, penasihat dan sahabat sejati,
Orang yang demikian akan selalu dihormati.

Murah hati dan ramah tamah dalam ucapan,
Melakukan kebajikan bagi orang lain,
Dan tidak membeda-bedakan mereka,
Orang yang demikian akan selalu dihormati.

Hari ke 19
2.       Ada empat macam manusia di dunia ini. Siapa sajakah mereka? Orang yang tidak menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri maupun orang lain, orang yang menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri, tetapi tidak terhadap kebaikan orang lain, dan orang yang menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri, dan juga kebaikan orang lain.
Seperti sebatang togkat yang berasal dari tumpukan kayu bakar, terbakar kedua ujungnya dan dilumuri dengan kotoran hewan di tengahnya, sehingga tak dapat digunakan sebagai kayu bakar di desa maupun sebagai kayu penyangga di hutan, demikianlah Aku (Tathagata) samakan dengan orang yang tidak menaruh perhatian baik terhadap kebaikan sendiri mmaupun orang lain.
Seorang yang menaruh perhatian terhadap orang lain, tapi tidak terhadap kebaikan orang lain adalah lebih mulia dan lebih berharga dibandingkan dengan orang yang pertama.
Seorang yang menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri, dan juga kebaikan orang lain adalah masih lebih mulia dan lebih berharga dibandingkan dengan orang yang kedua.
Dan seorang yang menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri, dan juga kebaikan orang lain adalah, dari keempat macam manusia tadi, yang menjadi pemimpin, yang terbaik, terunggul, tertinggi, dan paling sempurna.

Seperti dari sapi diperah susunya, dari susu dibuatlah kepala susu, dari kepala susu dibuatlah mentega, dari mentega dibuatlah mentega saringan, dari mentega saringan dibuatlah sari mentega, maka dikatakan bahwa sari mentega adalah yang termurni. Demikian pula, seseorang yang menaruh perhatian terhadap kebaikan sendiri dan juga kenaikan orang lain adalah, dari keempat macam manusia tersebut, yang menjadi pemimpin, yang terbaik, terunggul, tertinggi, dan paling sempurna.

PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA