III. TURUT BERBAHAGIA (Mudita)
Tidak hanya terhadap welas asih, namun juga terhadap turut
berbahagia, bukalah hatimu!
Memang kecil porsi kebahagiaan dan kegembiraan yang terbagi ke
makhluk-makhluk! Ketika secercah kecil kebahagiaan datang kepada mereka, maka
kita
dapat ikut berbahagia, bahwasannya satu berkas kegembiraan telah membelah
kegelapan dalam hidup mereka, dan mengusir kabut kelabu dan muram yang
membungkus hati mereka.
Hidup kita akan meraih kegembiraan dengan berbagi kebahagiaan
orang lain seakan-akan sebagai kebahagiaan kita sendiri.
Pernahkah kita mengamati bagaimana dalam momen-momen
kebahagiaan, karakteristik seseorang dapat berubah dan menjadi cerah dengan
kegembiraan?
Pernahkah kita memperhatikan bagaimana kegembiraan membangkitkan
manusia ke dalam aspirasi dan perbuatan yang mulia, melampaui kapasitas normal
mereka?
Bukankah pengalaman demikian akan mengisi hati kita sendiri
dengan berbagai kegembiraan?
Ada pada diri kita sendiri kemampuan untuk meningkatkan
pengalaman kebahagiaan simpatik sedemikian, dengan menghasilkan kebahagiaan
dalam diri orang lain, dengan membawakan mereka kegembiraan dan kenyamanan.
Mari kita mengajarkan suka cita yang sesungguhnya kepada
manusia!
Banyak yang telah melupakannya. Kehidupan, meski penuh dengan lara nestapa,
juga membawakan sumber-sumber kebahagiaan dan suka cita, tidak disadari oleh
banyak orang.
Mari kita mengajarkan orang-orang untuk mencari dan menemukan
suka cita sesungguhnya dalam diri mereka dan untuk turut berbahagia atas suka
cita orang lain!
Mari kita ajarkan mereka untuk menyingkapkan suka cita mereka
pada derajat yang semakin mulia.
Suka cita yang luhur dan mulia tidaklah asing dalam ajaran Ia
yang Telah Tercerahkan. Secara keliru ajaran Buddha kadangkala dikira sebagai
ajaran yang penuh kemurungan. Jauh dari itu, sebenarnya Dhamma (ajaran Buddha/
Kebenaran) menuntun kita selangkah demi selangkah menuju kebahagiaan yang
bahkan semakin murni dan agung.
Suka cita yang luhur dan mulia adalah penolong dalam jalan
menuju lenyapnya penderitaan. Bukanlah ia yang depresi dan tertekan dalam
kesedihan, melainkan ia yang memiliki kebahagiaan, yang dapat menemukan
keheningan yang jernih yang menuntun pada keadaan batin yang kontemplatif. Dan
hanya batin yang hening damai dan terpusat yang dapat mencapai kebijaksanaan
yang membebaskan.
Semakin luhur dan mulia suka cita orang lain, semakin kukuh
kebahagiaan
simpatik dalam diri kita sendiri.
Penyebab turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak
lain adalah karena kehidupan mereka yang mulia akan menjaga mereka dalam
kebahagiaan saat ini maupun di kehidupan sesudahnya.
Penyebab yang lebih mulia turut berbahagianya diri kita terhadap
suka cita pihak lain adalah keyakinan mereka dalam Dhamma, pemahaman mereka
mengenai Dhamma, kehidupan mereka yang mengikuti Dhamma.
Marilah kita memberikan bantuan Dhamma kepada mereka!
Marilah kita berjuang untuk menjadikan diri kita semakin mampu menawarkan
bantuan tersebut!
Turut berbahagia berarti keagungan hati dan pikiran yang luhur
yang mengerti, memahami, dan siap untuk membantu.
Turut berbahagia yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi
kekuatan: adalah kebahagiaan tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari turut berbahagia?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya
penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk
mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.
Oleh:
Nyanaponika Thera
Bersambung ke bagian IV : Upekkha
0 komentar:
Posting Komentar