Sabtu, 25 Juli 2015

Perenungan Terhadap Empat Keadaan Luhur - Bagian 3



III. TURUT BERBAHAGIA (Mudita)
Tidak hanya terhadap welas asih, namun juga terhadap turut berbahagia, bukalah hatimu!
Memang kecil porsi kebahagiaan dan kegembiraan yang terbagi ke makhluk-makhluk! Ketika secercah kecil kebahagiaan datang kepada mereka, maka kita
dapat ikut berbahagia, bahwasannya satu berkas kegembiraan telah membelah
kegelapan dalam hidup mereka, dan mengusir kabut kelabu dan muram yang
membungkus hati mereka.

Hidup kita akan meraih kegembiraan dengan berbagi kebahagiaan orang lain seakan-akan sebagai kebahagiaan kita sendiri.
Pernahkah kita mengamati bagaimana dalam momen-momen kebahagiaan, karakteristik seseorang dapat berubah dan menjadi cerah dengan kegembiraan?
Pernahkah kita memperhatikan bagaimana kegembiraan membangkitkan manusia ke dalam aspirasi dan perbuatan yang mulia, melampaui kapasitas normal mereka?
Bukankah pengalaman demikian akan mengisi hati kita sendiri dengan berbagai kegembiraan?
Ada pada diri kita sendiri kemampuan untuk meningkatkan pengalaman kebahagiaan simpatik sedemikian, dengan menghasilkan kebahagiaan dalam diri orang lain, dengan membawakan mereka kegembiraan dan kenyamanan.
Mari kita mengajarkan suka cita yang sesungguhnya kepada manusia! 
Banyak yang telah melupakannya. Kehidupan, meski penuh dengan lara nestapa, juga membawakan sumber-sumber kebahagiaan dan suka cita, tidak disadari oleh banyak orang.

Mari kita mengajarkan orang-orang untuk mencari dan menemukan suka cita sesungguhnya dalam diri mereka dan untuk turut berbahagia atas suka cita orang lain!
Mari kita ajarkan mereka untuk menyingkapkan suka cita mereka pada derajat yang semakin mulia.
Suka cita yang luhur dan mulia tidaklah asing dalam ajaran Ia yang Telah Tercerahkan. Secara keliru ajaran Buddha kadangkala dikira sebagai ajaran yang penuh kemurungan. Jauh dari itu, sebenarnya Dhamma (ajaran Buddha/ Kebenaran) menuntun kita selangkah demi selangkah menuju kebahagiaan yang bahkan semakin murni dan agung.
Suka cita yang luhur dan mulia adalah penolong dalam jalan menuju lenyapnya penderitaan. Bukanlah ia yang depresi dan tertekan dalam kesedihan, melainkan ia yang memiliki kebahagiaan, yang dapat menemukan keheningan yang jernih yang menuntun pada keadaan batin yang kontemplatif. Dan hanya batin yang hening damai dan terpusat yang dapat mencapai kebijaksanaan yang membebaskan.
Semakin luhur dan mulia suka cita orang lain, semakin kukuh kebahagiaan
simpatik dalam diri kita sendiri.

Penyebab turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah karena kehidupan mereka yang mulia akan menjaga mereka dalam kebahagiaan saat ini maupun di kehidupan sesudahnya.
Penyebab yang lebih mulia turut berbahagianya diri kita terhadap suka cita pihak lain adalah keyakinan mereka dalam Dhamma, pemahaman mereka mengenai Dhamma, kehidupan mereka yang mengikuti Dhamma.
Marilah kita memberikan bantuan Dhamma kepada mereka! 
Marilah kita berjuang untuk menjadikan diri kita semakin mampu menawarkan bantuan tersebut!

Turut berbahagia berarti keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami, dan siap untuk membantu.
Turut berbahagia yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: adalah kebahagiaan tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari turut berbahagia?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.

Oleh: Nyanaponika Thera
Bersambung ke bagian  IV : Upekkha



0 komentar:

Posting Komentar

PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA PERKUMPULAN GURU AGAMA BUDDHA INDONESIA